Mesin Pencarian

13 April 2010

Mengkritik Dan Dikritik

Semua ini tidak berhubungan dengan apa yang sedang hangat berlangsung di sekitar kita belakangan. Ini adalah tentang Anda dan orang-orang yang Anda cintai. Materi ini saya terjemahkan dengan bebas merdeka dari bahannya Pak Chuck Gallozzi. Semoga bermanfaat.

LUKA YANG KITA BUAT

Bayangkanlah kita menikam dada orang yang kita cintai.

Saat bilah pisau itu terbenam ke dalam dadanya, ia tersedak mencoba menghirup udara, ia mencoba meraup apa yang masih bisa digapainya. Dengan liar, wajahnya menyemburkan teror dan ketakutan. Memancarkan pedihnya kesakitan yang teramat sangat. Ia mulai kehilangan darah, dan ia mulai mengalami shock yang parah. Ia pun terjatuh. Sekarat dan bersimbah merah.

Mungkin ia masih beruntung, karena ada yang sempat mengantarkannya ke rumah sakit dengan ambulans. Tapi sekalipun ia sembuh dari penderitaannya nanti, dadanya tetap akan menyisakan goresan luka besar yang tidak sedap untuk semua mata.

SENJATA ITU ADALAH KRITIK

Tak terbayang bahwa Anda mampu melakukannya. Dan ketika Anda tetap melakukannya, segera setelah Anda menyadari apa yang telah Anda lakukan, yakinlah; Anda tidak ingin mengulanginya.

Begitulah, mungkin hampir setiap hari, banyak dari kita yang terus dan lagi-lagi, menikam orang-orang yang kita cintai. Kita menggunakan pisau yang tak terlihat, pisau yang tidak membuat darah muncrat. Senjata itu adalah senjata pilihan. Dan pilihan itu adalah kritik. Luka yang kita buat, sama dalam dan pedih seperti luka oleh pisau dari baja.

KRITIK ADALAH MESIN PENGHANCUR

Kritik yang kita lontarkan akan merontokkan rasa percaya diri. Orang yang kita kritik merasa tak dicintai lagi. Mereka mulai masuk ke alam yang penuh dengan keragu-raguan. Dan sebelum luka mereka sempat sembuh kembali, kita menikamnya lagi, dan lagi. Tepat di tempat yang sama.

KRITIK ITU MENIPU

Mengapakah kita bisa menjadi begitu sadis pada orang-orang yang kita cintai?

Kita telah tertipu, karena bilah yang di tangan dan luka yang kita buat tak pernah terlihat nyata. Mengapakah kita bisa menjadi begitu jahat dan dengki?

Jawabnya, adalah karena rasa tak aman kita sendiri.

BAYANGKAN BILAH PISAU ITU

Bagaimanakah kita bisa memperbaiki diri?

Saat kita mulai merasa membantai orang lain, dengan kata-kata yang pedas dan sengit, dengan ungkapan yang tajam bak bilah pedang, dengan suara dan kata yang membakar jiwa serta semangat, berhentilah sebentar, dan bayangkanlah senjata kita itu menjadi nyata.

Dan jika kita bisa melihat luka seperti apa yang akan kita buat, stop!

KRITIK DILAKUKAN DENGAN KATA

Kita sering tidak menyadarinya. Contoh: kata "tapi."

"Lihatlah Ayah, Saya dapat nilai A untuk olah raga di raport Saya."

Ayah menjawab,

"Wow.. itu bagus sekali anakku, tapi, kamu dapat C untuk matematika."

Kata "tapi" adalah tombol "cancel" atau tuts "esc" di pojok kiri atas keyboard komputer kita. Kata itu membatalkan semua puja dan puji yang telah kita lontarkan sebelumnya. Sebenarnya, pembicaraan di atas telah berubah jadi begini.

"Lihatlah Ayah, Saya pintar di sekolah."
"Tidak. Kamu goblok!"


HARGAI SEKECILPUN APA-APA

Bandingkan jika respon itu diubah lebih baik menjadi begini,

"Wow.. itu bagus sekali anakku, nanti Ayah bilang sama Ibu betapa pintarnya kamu. Pertahankan ya."

Ia akan terinspirasi dan berupaya lebih keras untuk matematikanya, karena ia ingin menangguk lebih banyak puji dan puja, dari orang-orang yang dicintanya. Ini lebih baik ketimbang ia jadi merasa tak berguna karena "tapi" dari mulut ayah atau ibunya.

JIKA ANDA DIKRITIK

1. Jadikan kritik sebagai sarana belajar. Yaitu, ingat rasa lukanya, dan berupayalah untuk tidak melakukannya pada orang lain.

2. Ingat bahwa pisau yang digunakan tidak terlihat, itulah sebab mereka tak menyadari luka yang mereka buat. Maafkan mereka.

3. Ingat luka mereka. Saat seseorang menjadi sengit, sadis, kasar, atau tidak bertenggang rasa, mereka tidak membenci Anda. Mereka mengalami derita akibat sesuatu di dalam dirinya. Jika mereka mengumpat, bukanlah Anda yang diumpat. Yang mereka tuju adalah sesuatu di dalam diri mereka sendiri, yang tak pernah ditunjukkan atau diceritakan. Mungkin itu orang lain yang telah kejam kepada mereka. Mungkin itu sesuatu yang telah mempermalukan mereka. Mungkin itu hantu masa lalunya.

4. Setiap orang tidak sama. Itulah berkah Tuhan. Pahami mereka sebagai manusia yang masing-masingnya tidak sama. Setiap mereka adalah unik.

5. Setelah Anda menerima kritik, carilah cara untuk berterimakasih atas "nasehatnya". Pertimbangkanlah apa yang mereka katakan. Dengan berterimakasih, Anda telah melucuti senjata mereka, antagonismenya, dan mengakhiri bicara dengan damai dan melegakan. Dan Anda, sama sekali tidak kalah.

6. Lupakan. Orang yang mengkritik Anda mungkin juga tidak kompeten, penuh curiga, atau cemburu buta. Setelah berterimakasih kepada mereka, lupakan saja semuanya. Ini lebih baik buat Anda.

7. Evaluasi kritik mereka. Mungkin mereka tidak obyektif. Tapi mungkin juga ada poin mereka yang memang benar. Gunakan pengalaman dikritik sebagai kesempatan untuk tumbuh. Ingat, Anda tidak sempurna. Belajarlah dari mereka kapan saja dan di mana saja. Tapi jangan, jadikan itu alasan untuk mengkritik orang lain.

Mendingan, kita main kitik-kitikan.

Ikhwan Sopa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar